Jikalau kita ingin mendidik rakyat Indonesia ke arah kebebasan dan kemerdekaan, jikalau kita ingin mendidik rakyat Indonesia menjadi tuan di atas dirinya sendiri, maka pertama-tama kita harus membangun-bangunkan dan membangkit-bangkitkan dalam hati sanubari rakyat Indonesia itu ia punya roh dan semangat menjadi roh merdeka dan semangat merdeka yang sekeras-kerasnya, yang harus pula kita hidup-hidupkan menjadi api kemauan merdeka yang sehidup-hidupnya !
Saya mulai mengamati temen-temen di sekolah, bertanya kepada mereka dengan satu kalimat Apakah kamu mempunyai rasa nasionalisme ? Semua teman saya menjawab punya rasa itu. Tetapi kita coba telusuri, mulai dari kebiasaan mereka makan, sudah biasa mereka makan “fast-food” McDonalds dan meneguk Coca Cola, dua simbol Amerika yang mendunia lebih dahulu. Betapa bangga-nya temen-temen memakai hp dengan nomor indosat, Axis, XL, dan 3. Padahal nomor-nomor itu adalah milik orang asing. Menurut Robert Adhi Kusuma Putra dalam tulisannya berjudul “Dijajah di negeri sendiri” (http://adhikusumaputra.kompasiana.com) mengatakan : Perusahaan operator seluler Indosat memiliki 24,5 juta pelanggan (data tahun 2007). Pada akhir tahun 2002, Pemerintah Indonesia menjual 41,94 persen ke Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd. Pada Juni 2008, saham Indosat dibeli seluruhnya Qatar Telecom (Qtel). ST Telemedia dan QTel sebelumnya pada tahun 2007 telah membentuk aliansi strategis untuk memperluas ekspansi di kawasan Asia Pasifik.
Qatar Telecom yang kini hadir di 17 negara, punya obsesi masuk daftar 20 perusahaan telekomunikasi top dunia pada tahun 2020. Qtel menguasai saham operator seluler Nawras di Oman. Pada Maret 2007, Qtel mengakuisisi 51 persen saham Wataniya Telecom dari Kuwait Projects Company Holding. Wataniya, operator seluler ini juga beroperasi di Tunisia, Aljazair, Irak, Arab Saudi, Maldives, dan Palestina. Saat ini Qtel dipimpin Sheikh Abdullah bin Mohammed bin Saud Al Thani yang berlatar belakang pendidikan penerbang militer.
Operator seluler XL yang mulai beroperasi tahun 1996, kini memiliki sekitar 10,2 juta pelanggan. Sebagian besar sahamnya dikuasai TM International Berhad melalui Indocel Holding Sdn Bhd (83,8 persen), dan Emirates Telecommunications Corporation (Etisalat) melalui Etisalat International Indonesia (16 persen).
TM International Berhad adalah brand global Telekom Malaysia Berhad yang menguasai sebagian besar saham sejumlah perusahaan operator seluler di Indonesia (XL), Pakistan (Multinet), Singapura (MobileOne), Sri Lanka (DialogTelekom), Bangladesh (Aktel), Iran (MTCE), Kamboja (Hello), India (Spice Telekom), dan Malaysia (Celcom).
Sementara Etisalat adalah perusahaan telekomunikasi Uni Emirat Arab, yang menancapkan pengaruhnya di Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Dari Afghanistan, Benin, Burkina Faso, Republik Afrika Tengah, Gabon, India, Indonesia, Ivory Coast, Mesir, Nigeria, Arab Saudi, Sudan, Tanzania, Togo, sampai Pakistan.
Menutup tulisan ini saya mencoba memberikan sebuah renungan bahwa untuk menjadi bangsa yang besar maka kita harus mandiri dengan cara bangga pada produk dalam negeri. Kita harus satu kata satu perbuatan. Jadi sudahkan kita menjadi seorang nasionalis ?
nasionalis banget neh…, salam kenal y buat astri
memiliki rasa nasionalise pada diri warga negara Indonesia, tentu dengan pemahaman dan tindakan masing-masing yang berbeda-beda. dari kacamata menjadi warga negara yang baik berkait dengan asas dan ideologi negara Pancasila dan UUD 45, setiap warga negara senang atau tidak di posisikan pada harus bernasionalis. Sila pertaa pancasila; Ketuhanan yang Maha Esa. para funding father terdahulu, tidak meletakkan Islam sebagai ideologi negera, padahal Islam mayoritas. pada waktu itu bisa-bisa saja Islam di jadikan sebagai ideologi negara. saya kira bisa saja di paksakan. lalu, bagaimana dengan mereka agama yang minoritas. dalam konteks ini mereka juga di tuntut bernasionalis menghormati mayoritas. Tetapi mayoritas umat Islam tidak demikian. “sepakat” dengan ideologi Pancasila, sudah diposisikan sebagai ideologi nasionalis.
lalu, bagaimana dengan mereka yang memaksakan Islam sebagai ideologi negara alias negara islam. saya sebagai Muslim tentu tidak serta merta menyalahkan mereka secara buta. saya pernah baca alasan mereka gigih dalam menuntut negara Islam. salh satunya yaitu, Justru karena Islam juga menghargai perbedaan, Maka Islam harus menjadi dasar negara. ini bisa di contohkan negara yang meakai dasar Islam, toh negara tetap menampung umat agama lain untuk hidup bebas berkeyakinan, bekerja, bermasyarakat di negara Islam itu.
naun demikian, saya lebih tetap sepakat Indonesia memakai dasar yang nasionalis yaitu pancasila dan UUD 45. dalam kenyataanaya dalam alquran, yang saya lupa ayat dan suratnya; “Bahwa Allah menciptakan manusia dengan bersuku-suku dan berkabilah-kabilah agar saling mengerti dan mengenal, sesungguhnya Taqwalah yang dinilai Allah”. pada kondisi tertentu perintah Allah juga memaksa umatnya untuk menghorati, saling kenal terhadap sesama umat manusia. dan paksaan ini sebuah keharusan karena adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri dalam menjaga isi bumi.
wah..kepanjangan ya mba…sory…
menerima Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar negara adalah contoh yang sangat sederhana warga negara Indonesia banyak yang nasionalis. belu dari kacamata yang lain.
salam,
Saya rasa menjadi nasionalis menjadi keharusan yang melekat secara alami pada diri tiap manusia yang berkebangsaan. Secara naluri mereka akan cenderung mencintai negerinya sendiri, dan merasa bangga dengan bangsanya.
Mengenai tindakan atau aksi yang menunjukkan nasionalisme tentunya sangat luas dengan ragam alternatif pilihan.
Nice, sebelia Astri memiliki semangat positif. Teruskan ngeblognya untuk lebih berkarya lagi.
Berbicara tentang nasionalisme, adalah sebenarnya kita berbicara tentang bagaimana sistim negara kita ini, inilah esensinya. Sistim suatu negara ditentukan oleh sistim perundang-undangannya. Bangsa kita tidak cukup, atau lebih tepat lagi, pemerintah kita tidak layak meminta putra-putrinya untuk menjadi nasionalis bisa sistim perundang-undangan maupun turunannya seperti tap mpr, perpres, perpu maupun perda-perdanya seperti saat ini. Sistim undang-undang kita saat ini semakin kehilangan roh nusantaranya. Nusantara kita ini ibarat pohon yang nyaris tercabut hingga akar-akarnya dari kekuatan “praktis Barat” serta “budaya Arab”.
Gimana, non Astribni, nyambung?