Selasa, 19 Januari 2010

KISAH ANAK JALANAN

Kehidupan bebas di jalanan membuat anak-anak yang menetap di sana hancur. Kerasnya kehidupan di jalan merusak masa depan mereka. Apa pantas seorang anak berusia di bawah 15 tahun hidup di jalan ? Mereka harus menghidupi keluarga dengan mengamen, mengemis, memulung sampah, dll. Mereka tidak bersekolah, yang mereka tahu hanyalah kerasnya kehidupan di jalan. Hal itu memaksa mereka untuk masuk ke dalamnya.

Sering kita temui di tempat-tempat umum (terminal, stasiun, pasar, dll) anak-anak mencari uang dengan bermacam-macam cara. Namun di sela-sela pekerjaan mereka, terkadang mereka mencoba hal-hal yang mereka sendiri tidak sadar bahwa hal itu dapat menjerumuskan mereka ke jurang NARKOBA.
Ngelem adalah salah satu kegiatan yang mereka lakukan di waktu luang. Ngelem adalah menghirup aroma lem Aica Aibon. Lem ini termasuk bahan adiktif sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan.
Saat menemui salah satu pecandu sebut saja Wanto, dia mengemukakan bahwa alasan mereka menggunakan lem Aica Aibon adalah karena himpitan ekonomi. Dana yang minim membuat mereka beralih dari pil koplo/putaw ke Lem Aica Aibon.

“Awalnya aku dikasih teman putaw, lalu aku ketagihan. Saat sakaw, aku tidak peduli bagaimanapun caranya aku harus mendapatkan putaw. Hingga aku tak segan untuk mencuri agar aku bisa membeli putaw.” Ujar Wanto.
Kemudian suatu hari temanku mengajak untuk menghirup lem Aica Aibon. Awalnya aku ga’ peduli. Tetapi lama kelamaan kayaknya enak juga. Akhirnya aku coba deh….” tambah Wanto.
Sampai sekarang mereka masih mengonsumsinya. Menurut mereka, ngelem lebih murah daripada memakai putaw.
“1 kaleng lem Aibon harganya sekitar Rp 7.000. Aku biasanya patungan sama temen-temen. Biasanya satu anak dimintai Rp 1.000 – Rp 2.000, hasilnya dibelikan lem setelah itu dibagi-bagi.” Jelasnya.
Ya, jelas mereka lebih memilih untuk ngelem ketimbang menggunakan pil koplo / putaw. 1 butir pil koplo aja harganya sekitar Rp 10.000 dibandingkan dengan 1 kaleng lem Aica Aibon yang harganya Rp 7.000. Saat ditanya tentang keuntungan ngelem, mereka cuma bisa cengar-cengir aja.
“He…he…he…ya, cuma buat seneng-seneng aja mbak…” Jawab salah satu dari mereka.
Dampak dari ngelem sendiri itu bahaya sekali lho
“Kadang aku sampai pingsan terus ga’ jarang juga aku mimisan, tetapi tidak apa-apa yang penting senang.” Ujar Wanto sambil asyik ngelem.
Di sana saya juga menemui anak berusia di bawah 10 tahun sedang ngelem bersama teman-temannya. Aduh, padahal dari penjelasan Wanto tadi, kita bisa menyimpulkan bahwa hal itu berdampak buruk bagi kesehatan terutama paru-paru dan syaraf otak. Eeh, ini malah anak kecil sudah berani coba-coba memakai barang haram itu. Ntar kalo udah gedhe badannya hancur thu
Kasihan mereka, kadang orang seperti mereka dijauhi dan diklaim sebagai sampah masyarakat. Padahal lingkunganlah yang mengajari mereka. Seharusnya mereka dibimbing agar tidak salah jalan, bukannya dijauhi. Mengapa kita tidak merangkul mereka, berbagi pengalaman tentang kehidupan. Mungkin sebagai anak muda bisa bergabung dengan organisasi-organisasi yang peduli akan masalah remaja seperti KISARA.

Mari galang Kesatuan Indonesia tanpa NARKOBA….

Comments :

1
hary mengatakan...
on 

kata undang-undang “orang-orang terlantar dan miskin itu di pelihara negara” tapi mengapa ini masih bisa terjadi? mohon kerjasama semua pihak terutama masyarakat untuk membantu anak-anak miskin. pemerintah mah sudah tidak sanggup tuh sepertinya

Posting Komentar

 

Copyright © 2009 by NAMAKU ASTRIANI